Foto: ist |
BATAMSIBER.COM | BATAM – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia atau APBMI Kota Batam merasa sangat kecewa dengan sikap yang diperlihatkan oleh Direktur Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam, Dendi Gustinandar.
Bagaimana tidak, berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati bersama dalam rapat yang dilaksanakan di AP Premier Hotel Batam pada, Selasa (24/10/2023) lalu tentang peralihan pengoperasian Terminal Peti Kemas di Dermaga Utara Pelabuhan Batu Ampar oleh PT Persero Batam diduga telah dilanggar.
Dalam rapat itu diberitahukan, terhitung mulai tanggal 01 November 2023, PT Persero Batam yang ditunjuk sebagai Operator Terminal Peti Kemas di Dermaga Utara Pelabuhan Batu Ampar, tidak akan merubah substansial operasional Terminal Peti Kemas sebagaimana yang telah berjalan selama ini.
Namun, kenyataan yang terjadi dilapangan saat ini jauh berbeda dari yang telah disepakati bersama. Bahwasannya, PT Persero Batam telah melanggar semua kesepakatan yang dibuat bersama oleh Direktur BUP BP Batam, Direktur PT Persero Batam bersama-sama dengan Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia.
"Jika mengacu kepada risalah rapat, seharusnya Direktur BUP BP Batam (Dendi Gustinandar_red) menegur Persero Batam yang sudah sangat jauh melenceng dari kesepakatan. Ini tidak. Seolah-olah Pak Dendi menutup mata dengan apa yang dilakukan oleh Persero Batam," ungkap Ketua APBMI DPC Kota Batam, Jonara Daniel didampingi pengurus APBMI, Senin (15/1/2024).
Lebih lanjut dia mengatakan, seharusnya BP Batam akan mengawasi pelaksanaan pengoperasian Terminal Peti Kemas yang diberikan tanggung jawab kepada PT Persero Batam. Namun faktanya dilapangan hal itu tidak dilakukannya.
Menurutnya, para Perusahaan Bongkar Muat (PBM) telah lama berperan penting dalam menggerakkan aktivitas logistik di Pelabuhan Batu Ampar bisa diakui dan diperhatikan lebih oleh pemerintah, bukan sebaliknya.
"Kami berharap agar peran PBM tetap diakui dan diperhatikan dalam perkembangan Terminal Peti Kemas dimasa depan," harapnya.
Kemudian, kesepakatan lainnya yang telah dilanggar yakni, PT Persero Batam tidak akan mengambil Customer PBM lain. Kenyataannya, saat ini PT Persero Batam dengan sangat terang-terangan melakukan penawaran kerjasama ke Shiping Line yang ada di Singapura dan Jakarta.
Dia mengatakan, PT Persero Batam dengan sangat jelas telah melakukan penawaran kerjasama kegiatan bongkar muat container. Menurutnya, hal ini tidak etik. Apalagi menawarkan harga lebih rendah dari tarif sesuai dalam Perka Nomor 04 Tahun 2023.
Akibatnya lanjut Jonara, PBM yang sudah kerjasama dengan shiping line teriak-teriak. Mengapa Persero Batam tidak sesuai dengan apa yang sudah disepakati dalam rapat bersama. Ini Persero Batam sudah potong kompas.
"Ini aneh. Masak Persero Batam sebagai perusahaan BUMN dalam menjalankan usaha tidak FAIR. Tidak ETIK," tegasnya.
Masih menurut Jonara, kesepakatan lainnya yang telah dilanggar oleh BP Batam dan Persero Batam yakni adanya pemungutan kontribusi 20 persen atas kegiatan Truck Loosing (TL).
Dijelaskannya, untuk kegiatan Truck Loosing (TL) dari Dermaga langsung ke tempat pemilik barang atau sebaliknya, Perusahaan Bongkar Muat (PBM) tetap dipungut sebesar 20 persen dari tarif kegiatan Haulage atau kegiatan dari dermaga ke tempat penumpukkan peti kemas didalam pelabuhan.
Sedangkan, PBM tidak dapat menagihkan atas biaya tersebut kepada customer. Seharusnya, kegiatan Truck Loosing tidsk dikenakan karena dari BUP BP Batam atau PT Persero Batam memiliki tidak ada memiliki layanan (No Service No Pay).
"Dikarenakan tidak ada layanan sama sekali (No Service No Pay), dan pemungutan tersebut tidak sesuai aturan dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2005 dan intruksi Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan NO. 008/6/17/DJPL-15. Dan, bila tetap hal itu dilakukan maka akan dianggap Pungli," tegasnya.
Menurutnya, BP Batam sebagai keterwakilan dari pemerintah yang mempunyai kewenangan penuh sebagai pemberi mandat, supaya bisa hadir dan menengahi. Hal itu agar PBM yang sudah ada ini jangan sampai mati dikarenakan kebijakan yang tidak diawasi.
"Padahal kalau Pak Dendi (Dendi Gustinandar_red) mengacu kepada risalah rapat yang sudah dilakukan, dia bisa saja menegur Persero Batam. Tapi, hal itu tidak dilakukannya," sesalnya.
Pihaknya berharap, PBM bisa diberikan kesempatan bekerja di Pelabuhan Batu Ampar. Hal itu sebagaimana dengan tujuan utamanya yakni memastikan pelaksanaan proses bisnis pada Terminal Peti Kemas akan berjalan sesuai dengan harapan bersama.
Masih menurut Jonara, dengan adanya permasalahan tersebut, APBMI meminta agar kegiatan operasional peti kemas tidak mematikan PBM yang sudah bekerja puluhan tahun tidak mati serta adanya PHK terhadap para karyawan secara besar-besaran.
Selanjutnya, sesuai rapat pleno yang dilaksanakan oleh DPP APBMI di Makasar pada tanggal 06 Januari 2023 yang dihadiri Bapak Dr. Ir. Surat Indrijarso, Msc, Ph.D (yang biasa dipanggil Pak Surat).
Lalu, Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan Bapak Febriyantoro (yang biasa dipanggil Pak Toro) menurut Jonara, Pak Toro akan segera memanggil Direktur BUP BP Batam dan Persero Batam di Gedung KPK pada bulan Januari ini.
Menurut Pak Toro, pihaknya juga meminta agar pengelolaan pelabuhan oleh Persero Batam dikembalikan ke Pemerintah dalam hal ini BP Batam karena Persero Batam dianggap tidak mempunyai kemampuan, serta menganggap BUP BP Batam atau Persero Batam yang tidak memberikan kesempatan berusaha PBM swasta di Pelabuhan/Terminal Peti Kemas.
"Itu tidak boleh dan kegiatan Truck Loosing yang dipungut 20 persen itu tidak legal," sebutnya.
Maka dari itu, APBMI melalui Surat Terbukanya menyampaikan beberapa poin tuntutan antara lain:
1. Agar BUP BP Batam menghentikan operasional alat HMC dan RTG yang dioperasikan oleh Persero Batam, karena alat PBM masih memadai. Dan, bila tidak segera dihentikan maka akan mengalami kehancuran.
2. Kedepannya, agar BUP BP Batam tidak menyerahkan kepada PT Persero Batam untuk mengelola atau mengambil alih seluruh pelabuhan, baik Dermaga Selatan dan Timur (karena katagori monopoli) dan mematikan PBM.
3. Untuk menghindari kebangkrutan PBM lokal, seharusnya BUP BP Batam tidak melarang alat Crane PBM untuk bekerja dan tetap memberikan kesempatan berusaha dan memberikan kesempatan berusaha dan memberikan waktu peremajaan alat Crane seperti HMC sebagai kearipan lokal pemerintah maupun BUMN.
4. Dibuat Service Level Agreement (SLA) dan Service Level Guarantee (SLG) baik pada penggunaan Unit Shore Crane (untuk saat ini) maupun penggunaan Unit HMC (untuk kedepannya) dengan tujuan untuk menjaga produktifitas dan safety.
5. Agar BUP BP Batam atau PT Persero Batam menghentikan pemungutan kontribusi 20 persen atas kegiatan Truck Loosing (TL) dikarenakan tidak ada layanan sama sekali (No Service No Pay), dan pemungutan tersebut tidak sesuai aturan dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2005 dan intruksi Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan NO. 008/6/17/DJPL-15.
6. Mengembalikan pungutan yang sudah dipungut.
7. Agar alat Shore Crane yang kerja di Dermaga dan Reach Stacker yang di CY tidak dikenakan biaya penumpukan alat. Hal ini dikarenakan alat Shore Crane dan Reach Stacker sudah dikenakan biaya pass pelabuhan tahunan dan jasa kontribusi 20 persen. Hal ini juga akan menambah biaya operasional peralatan.
8. Agar biaya buka tutup Palka ditagihkan atau dihitung berdasarkan jumlah Palka bukan per daun Palka, sesuai tarif dalam Perka Nomor 04 Tahun 2023. Perlu penegasan tentang aturan ini dan ditagihkan perdaun tapi per Palka.
.
9. Legalitas ijin BUP dan operasional TPK BUP PT Persero Batam agar dilengkapi sesuai Peraturan Perundangan yang berlaku.
10. Kepala BP Batam mengambil alih permasalahan tersebut dan segera menyelesaikan agar PBM tetap bisa bekerja dan tidak ada PHK.
11. Agar pengelolaan terminal peti kemas dilakukan sesuai aturan Perundangan yang berlaku.
12. Bila hal ini tidak segera diselesaikan maka Asosiasi Maritim akan melakukan mogok kerja. (Fay)