Barang bekas (Balpres) yang siap dikirim dari negara tetangga. (Foto: ist) |
BATAMSIBER.COM | BATAM - Penyelundupan barang bekas impor (ilegal) atau dikenal Balpres asal Singapura kembali marak masuk ke wilayah Batam. Tak main-main, pelaku yang diketahui bekerja sama dengan importir kini main dengan skala besar lewat pintu pelabuhan Resmi Batu Ampar.
Informasi yang dihimpun wartawan, pengiriman Balpres milik seorang wanita berinisial KB dan rekanan lainnya dilakukan rutin setiap hari. "Barang mereka masuk setiap hari 3-5 kontainer lewat pelabuhan Batu Ampar," beber sumber, Senin (18/12/2023).
Untuk diketahui, pengiriman Balpres asal Singapura ke Kota Batam sempat redup pasca penangkapan 2 kontainer bermuatan Balpres milik Rini oleh Ditreskrimsus Polda Kepri pada Selasa (14/2/2023).
"Tak berapa lama setelah kasus itu, pengiriman Balpres asal Singapura itu kembali jalan secara jor-joran, bahkan sekarang sudah main skala besar," jelasnya.
Lanjut dia, setibanya di Pelabuhan Batu Ampar, kontainer bermuatan Balpres itu akan di bawa ke salah satu pergudangan di wilayah Batu Ampar yang tak jauh dari Kantor Bea Cukai Batam.
"Di gudang itu lah, muatan Balpres yang diantaranya seperti pakaian bekas, kasur, tas dan sepatu serta perlengkapan rumah tangga lainnya akan dibongkar untuk di cacah dan disalurkan kepada para pengecer," kata dia.
Untuk diketahui, aturan larangan impor baju bekas telah dilarang dalam Permendag No 51/M-DAG/PER/7/ dan UU No 7 tahun 2014 tegas melarang impor pakaian bekas. Kemudian penindakan pelaku penyelundupan impor barang bekas telah diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan tentang Penyelundupan.
Pasal 102, Pasal 102 A dan Pasal 102 BPasal 102 A dan Pasal 102 B khususnya tindak pidana penyelundupan di bidang impor, maka pelaku terancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00.
Hingga berita ini diterbitkan, wartawan masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak Bea Cukai Batam dan Ditreskrimsus Polda Kepri. (Red/Tim)