Lokasi tempat pelabuhan yang sedang dikerjakan tanpa mengantongi izin. (Foto: ist) |
BATAMSIBER.COM | BATAM - Polemik proyek pembangunan pelabuhan yang menyebabkan kerusakan lingkungan kembali terjadi di wilayah Dapur 12 Kelurahan Sei Pelunggut Sagulung. Hal ini membuat hutan mangrove rusak akibat dampak pembangunan pelabuhan yang diduga tanpa mengantongi surat perijinan/legalitas yang ada.
Informasi yang dihimpun wartawan, lahan seluas 4,2 Hektar yang tengah dikerjakan untuk pembuatan pelabuhan tersebut diketahui milik PT Indotirta Suaka.
PT Indotirta Suaka diketahui adalah perusahaan besar, tak mungkin berani perusahaan tersebut membangun tanpa melengkapi dokumen perizinan semestinya.
"Pihak perusahaan jika mau membangun pelabuhan itu, biasanya melengkapi surat legalitas terlebih dahulu, ini tidak dengan yang terjadi sekarang," ucap sumber.
"Ini justru main sorong saja tanpa memikirkan efeknya ke depan, Ini pastinya ada oknum dari pihak perusahaan yang bermain api," tambahnya.
Masih kata sumber, bahwa lokasi itu rencananya akan dibuat menjadi tempat antar jemput karyawan PT Indotirta Suaka yang berada di Pulau Bulan, Sabtu (5/8/23).
"Iya benar, nantinya lokasi itu akan diperuntukkan buat antar jemput karyawan, karena yang sekarang di pelabuhan Sagulung masih sewa," jelasnya.
Lalu, sambung sumber, pelabuhan dapur 12 yang sekarang dikerjakan ini belum ada ijinnya, yang saya ketahui PT Indotirta Suaka masih sebatas memiliki surat AJB (Akta Jual Beli).
"Parahnya lagi, proyek penimbunan pembangunan pelabuhan tersebut tidak ada mengantongi izin alias ilegal," ungkap sumber.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa ada dua oknum inisial JT dan AI dari pihak perusahaan yang mengarahkan sejumlah orang untuk mengerjakan lahan tersebut menjadi pelabuhan "Merekalah yang menjaga lahan itu dibuat dua oknum perusahaan tersebut," bebernya.
Sebelumnya diberitakan, Hamparan Mangrove di wilayah pesisir Dapur 12, Sei Pelunggut, Sagulung, Kota Batam kian mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, sebagian besar hutan mangrove itu rusak akibat perambahan hingga penimbunan untuk pembangunan pelabuhan.
Menurut ketua RW 009, lokasi itu sebelumnya diketahui adalah lahan PL sesuai draf yang ditunjukkan oleh pihak pengelola.
"Awalnya, kata dia, seorang pria bernama Manan selaku penanggungjawab lokasi datang ke pihaknya untuk meminta izin melakukan Clearing lahan. "Awalnya pak Manan datang meminta izin melakukan Clearing lahan. Tapi sebatas Clearing lahan aja saat itu. Namun beredar informasi lagi mau buat pelabuhan," jelasnya.
"Kemarin kalau gak salah, pihak RT RW sudah mendatangi lokasi untuk meminta menghentikan kegiatan itu sementara. Tapi gak tau hasilnya bagaimana, soalnya sampai sekarang kegiatan masih berlanjut," tambahnya.
Selain melakukan perambahan hutan mangrove dan penimbunan, kegiatan ini berpotensi melakukan pencemaran lingkungan sekitar.
Bagaimana tidak, pasalnya, pengelola lokasi juga diketahui melakukan pengerukan alur laut dan pembuangan limbah lumpur dengan menggunakan alat berat jenis Excavator Long Arm dan mesin penyedot lumpur.
Sementara itu, ketika wartawan mencoba untuk mengkonfirmasi terkait adanya kegiatan tersebut, segerombolan orang di lokasi yang diduga para pekerja dengan arogan mengusir wartawan dari lokasi.
Hingga berita ini diterbitkan, wartawan masih menelusuri perizinan terkait pembangunan pelabuhan tersebut kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Batam dan Ditreskrimsus Polda Kepri. (Red)